Kamis, 11 Februari 2010

candi cangkuang



andi Cangkuang adalah candi peninggalan budaya Hindu pada abad ke VIII yang terdapat di Jawa Barat. Candi yang didalamnya terdapat patung dewa Siwa keberadaannya diketahui tahun 1966 atas dasar tulisan Vorderman dalam buku Notulen Bataviaasch Genootschap pada tahun 1893.

Hanya itu informasi yang saya tahu dari Candi Cangkuang. Berikut adalah hal istimewa yang saya rasakan ketika berkunjung ke Candi Cangkuang dan sekitarnya.

Bermula dengan membaca "pintu masuk Candi Cangkuang", membuat rasa penasaran dan tak sabar muncul. Masuk dan berjuta pertanyaan muncul, dimanakah Candi Cangkuang berada, karena yang saya lihat adalah danau atau telaga. Mana dan dimana? Orang yang mengantar kami menunjuk dan berkata Candi ada di seberang danau dan kita harus menggunakan rakit (alias getek untuk bahasa bekennya) untuk mencapainya.

Tak lama kemudian, saya naik getek dan merasakan sebuah sensasi. Perasaan takjub, tapi hati terasa damai dan tenang ketika melewati danau yang dikenal dengan Situ Cangkuang. Hal ini disebabkan dalam perjalanan yang tidak biasa ini, kami dapat menikmati keindahan alam yang diberikan yaitu keberadaan danau dengan geteknya yang unik dan dikelilingi oleh beberapa gunung yaitu gunung Haruman, gunung Kaledong, gunung Mandalawangi dan gunung Guntur.

Sesampai di pulau, kejutan telah menanti yaitu makam Embah Dalem Arif Muhammad yang dari namanya dapat diterka beragama Islam berada disamping Candi Cangkuang peninggalan budaya Hindu. Mencari tahu dan penjaga Candi menginformasikan, dalam cerita rakyat Embah Dalem adalah utusan kerajaan Mataram yang ditugasi menyerang VOC di Batavia. Akan tetapi penyerangan tersebut gagal sehingga Embah Dalem yang merupakan penyebar agama ini malu dan takut untuk kembali, dan memilih berdiam di desa Cangkuang untuk menyebarkan agama Islam.

Bukti-bukti adanya penyebaran agama Islam ada di sebuah museum kecil yang berada di sekitar Candi Cangkuang dan makam Embah Dalem Arif Muhammad. Di museum, ada naskah-naskah ajaran Islam pada abad XVII dan dikatakan sebagai yang tertua (tidak tahu benar atau salah). Naskah-naskah tersebut antara lain naskah Khotbah Jum'at yang terbuat dari kulit kambing, kitab suci Al-qur'an, kitab ilmu Tauhid dan kitab ilmu Fiqih dari kulit kayu saih.

Satu lagi keistimewaan daerah ini masih ada yaitu kampung Pulo dengan rumah adatnya. Rumah yang sederhana tapi aturannya yang luar biasa. Di kampung tersebut terdapat 7 rumah yang diperuntukan kepada anak Embah Dalem yang terdiri dari 6 wanita dan 1 pria. 7 rumah tersebut yaitu 6 rumah yang berjajar berhadapan 3 sebelah kiri dan 3 sebelah kanan dan 1 mesjid (rumah anak laki-laki). Jumlah rumah tidak boleh ditambahkan dan 6 rumah yang ada tidak boleh terdiri lebih dari 6 kepala keluarga sehingga ketika ada yang menikah, anak tersebut harus keluar. Sesuai aturan rumah-rumah tersebut dimiliki oleh pihak wanita dan bukan pria. Aturan kampung lainnya antara lain tidak boleh memukul gong dan tidak boleh memelihara ternak berkaki empat. Jika mau tahu lebih lanjut, datang sendiri yah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar